Minggu, 07 Desember 2025 Perhatian : Pengambilan berita kabarriau.net harus mencantumkan kabarriau, boleh krN, atau kami akan menuntut sesuai UU No.12 Thn 1997 tentang Hak Cipta
 
Sertifikat Terbit di Atas Lahan Warga Tanpa Prosedur
Dugaan Modus Dan Jejak Penyimpangan Maladministrasi Berat di BPN Inhu
Selasa, 18 November 2025 - 16:39:50 WIB

Kabar Riau - Inhu
Dugaan Maladministrasi Pertanahan: Terbitnya Sertifikat di Lahan Bekas Perumahan Warga Desa Pauh Ranap Indragiri Hulu Dipertanyakan


SHARE
   
 

INDRAGIRI HULU

Kasus yang menimpa Militaufik di Desa Pauh Ranap bukanlah kasus tunggal. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Riau, berkali-kali diguncang oleh dugaan permainan oknum dalam birokrasi pertanahan. Banyak pola yang cenderung serupa: pengukuran senyap, penerbitan sertifikat diam-diam, dan pengabaian hak masyarakat pemilik lama.

Militaufik menyebut bahwa apa yang terjadi padanya memiliki indikasi modus yang mengarah pada pola tersebut.

“Kami melihat pola yang sama: pemilik asli tidak pernah dipanggil, tidak ada surat pemberitahuan, tiba-tiba sertifikat sudah jadi. Ini bukan kesalahan teknis, ini mengarah pada permainan! ”ujarnya.



Dugaan Pola Modus: Dari Pengukuran Senyap hingga Rekayasa Dokumen

Berdasarkan informasi awal yang dihimpun di lapangan, terdapat beberapa pola yang patut diduga menjadi bagian dari skema penyimpangan pertanahan:

1. Pengukuran Tanpa Pemberitahuan - Jurus Lama Mafia Tanah

Modus klasik yang banyak dibongkar Satgas Mafia Tanah adalah pengukuran ilegal tanpa persetujuan atau tanda tangan pemilik asli.
Dalam kasus ini, Militaufik menyebut tidak pernah ada petugas BPN yang datang menjumpainya atau meminta tanda tangan batas.

2. Pemilihan Waktu Pengukuran yang Tertutup

Pengukuran diduga dilakukan pada waktu tertentu, ketika pemilik tanah tidak berada di lokasi. Modus semacam ini juga sering ditengarai sebagai bagian dari upaya menghilangkan jejak.

3. Penyusunan Dokumen Alas Hak yang Dipertanyakan

Sertifikat yang terbit harus memiliki alas hak seperti; surat keterangan kepemilikan, keterangan riwayat tanah, persetujuan batas, dan berita acara pemeriksaan lapangan.

Jika satu saja tidak ada atau dibuat tanpa persetujuan pemilik, maka sertifikat itu berpotensi cacat administrasi dan cacat hukum.

4. Dugaan Keterlibatan Oknum

Meski belum ada bukti resmi, pola penerbitan sertifikat semacam ini sering kali tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan oknum tertentu. Hal ini telah berulang kali disampaikan oleh Kementerian ATR/BPN saat memberantas mafia tanah di berbagai provinsi.

Militaufik meminta aparat penegak hukum menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum yang memiliki kewenangan administratif.

Kronologi Singkat: Ketika Tanah Warga Berubah Menjadi Sertifikat Baru

Untuk memperjelas duduk perkara, berikut kronologi yang disusun berdasarkan keterangan pemilik tanah:

1. Lahan Milik Militaufik Sudah Lama Berstatus Jelas

Lahan tersebut merupakan bekas perumahan warga yang sejak awal menurutnya berada dalam penguasaan dan kepemilikan keluarganya, dengan bukti-bukti yang ia sebut “Lengkap dan Sah”.

2. Tidak Ada Surat Pemberitahuan Pengukuran

Tidak ada pemberitahuan tertulis maupun lisan dari pihak BPN.
Tidak ada berita acara.
Tidak ada peninjauan bersama pemilik.

3. Muncul Informasi Bahwa Sertifikat Baru Sudah Terbit

Militaufik mendapat kabar mengejutkan bahwa sertifikat telah diterbitkan atas nama pihak lain.

4. Pemilik Tanah Melakukan Penelusuran

Saat meminta penjelasan, ia tidak mendapatkan informasi yang memadai terkait dasar penerbitan sertifikat tersebut.

5. Pemilik Tanah Memutuskan Melawan

Merasa dirugikan, Militaufik akhirnya membawa kasus ini ke ruang publik dan menuntut transparansi.

Analisis Hukum: Sertifikat Cacat Prosedural Bisa Dibatalkan

1. Sertifikat tanah bukan dokumen sakral yang tidak bisa diganggu gugat.
2. Peraturan perundang-undangan memberikan ruang untuk pembatalan sertifikat, antara lain:
-    Pasal 110 Peraturan Menteri ATR/BPN No. 18/2021 - pembatalan sertifikat jika terdapat cacat administrasi.
-    Pasal 32 ayat (2) PP 24 Tahun 1997 - sertifikat dapat dibatalkan jika penerbitannya melanggar prosedur.
-    Putusan Mahkamah Agung RI dalam banyak perkara sengketa tanah yang membatalkan sertifikat hasil prosedur tidak sah.

Jika Ditemukan Indikasi Manipulasi Dokumen, Maka Dapat Masuk Ranah Pidana:
-    Pasal 263 KUHP - Pemalsuan Surat,
-    Pasal 266 KUHP - Memasukkan Keterangan Palsu Dalam Akta,
-    Pasal 385 KUHP - Penguasaan Tanah Tanpa Hak.

Tuntutan Publik: Bongkar, Audit, Dan Bawa Ke Ranah Hukum

Militaufik menegaskan bahwa dirinya tidak akan berhenti sampai sertifikat tersebut dibatalkan dan para pihak yang diduga terlibat diperiksa.

Ia Meminta:
- Pembatalan sertifikat
- Audit internal proses penerbitan
- Penyelidikan dugaan keterlibatan oknum
- Satgas Mafia Tanah turun langsung
- Ombudsman RI melakukan pemeriksaan Maladministrasi

“Ini bukan semata soal tanah saya. Ini soal marwah hukum pertanahan. Jika oknum-oknum seperti ini dibiarkan, akan banyak lagi masyarakat yang menjadi korban, ”tegasnya.**krN/Arifin

(45873) Dibaca

 
Komentar Anda :
 




 
Redaksi | Indeks Berita | RSS | Indeks Iklan Copyright © 2010-2023 by KabarRiau.net. All Rights Reserved